Siang itu, di Bandung, Minggu (31/8) di kediaman Komjen Pol (Purn) Anton Charliyan—yang akrab disapa Abah Anton—dipenuhi berbagai tokoh masyarakat Jawa Barat. Dari kalangan akademisi, aktivis 98, ormas, hingga ulama pesantren hadir untuk satu tujuan: merumuskan sikap bersama menghadapi gelombang unjuk rasa yang belakangan ini kian memanas.
Nama-nama yang hadir mencerminkan warna-warni Jawa Barat. Ada Ketua MPW Pemuda Pancasila Jabar Dian, Ketua Projo Jabar Joni Suherman, Ketua GERSUMA Humar Dhani, tokoh budaya Sunda H. Elis Suryani, hingga akademisi Unpad Dr. Undang Darsa. Semua berkumpul di Jalan Parakan Asri No. 8, Bandung, menyatukan suara demi menjaga tanah Pasundan tetap damai.
Jawa Barat sebagai Barometer
Dalam pertemuan itu, Abah Anton menegaskan kembali peran strategis Jawa Barat sebagai cermin situasi nasional. “Jawa Barat ini selalu jadi barometer. Kalau di sini tenang, biasanya daerah lain pun ikut teduh. Tapi kalau di sini bergolak, getarannya bisa ke seluruh Indonesia,” ujarnya.
Karena itulah, ia merasa terpanggil untuk mengingatkan bahwa demokrasi tidak boleh disalahartikan. Menyampaikan aspirasi adalah hak yang dilindungi konstitusi, namun cara yang ditempuh harus bermartabat. “Kami menolak keras aksi yang disertai anarkisme, penjarahan, dan tindak kekerasan lainnya,” tegasnya.
Ancaman Provokasi dan Keresahan Publik
Keresahan masyarakat kian bertambah setelah ditemukan bom molotov dalam sebuah aksi. Abah Anton melihat hal itu bukan sekadar bentuk protes, tetapi ada indikasi provokasi yang sengaja diciptakan pihak tertentu.
“Jangan sampai masyarakat, termasuk ojol, mahasiswa, ormas, dan elemen lain, terjebak dalam provokasi yang justru mengarah pada kehancuran bangsa. Jika situasi semakin rusuh, maka yang rugi adalah rakyat. Ekonomi akan lumpuh, penderitaan justru semakin berat,” kata mantan Kapolda Jabar ini.
Demokrasi untuk Persatuan, Bukan Perpecahan
Dalam suasana yang penuh keprihatinan, Abah Anton mengingatkan bahwa demokrasi seharusnya menjadi ruang penyampaian pikiran dan gagasan, bukan ajang saling melukai. Ia menyampaikan belasungkawa atas jatuhnya korban jiwa dalam sejumlah aksi, sembari mengingatkan semua pihak untuk kembali ke tujuan awal: merawat persatuan bangsa.
Ia juga mengimbau aparat keamanan agar bersikap terukur dan mengedepankan penyelesaian damai. “Tindakan represif hanya akan memperburuk keadaan. Aparat penegak hukum harus bertindak proporsional, tidak berlebihan, dan tetap berorientasi pada solusi damai,” ujarnya.
Suara Damai dari Tatar Sunda
Pertemuan itu akhirnya ditutup dengan kesepahaman: Jawa Barat harus tetap menjadi teladan dalam menjaga kedamaian. Meski beberapa tokoh tidak hadir karena alasan mendadak maupun faktor keamanan, suara yang muncul tetap satu: menolak kekerasan, menjaga demokrasi, dan merawat harmoni sosial.
“Semoga imbauan ini menjadi pegangan bagi semua pihak, terutama masyarakat Jawa Barat, untuk tetap menjaga ketertiban, keamanan, dan kedamaian bangsa,” tutup Abah Anton penuh harap.
Dari ruang tamu yang hangat dan luas di Bandung itu, sebuah pesan penting lahir: bahwa kekuatan Jawa Barat bukan hanya pada jumlah penduduknya yang besar, tetapi pada kearifan tokoh-tokohnya yang berusaha menjaga api demokrasi tetap menyala tanpa membakar rumah persatuan bangsa.