• Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube
Canvas Logo Canvas Logo
  • Home
  • Nasional
  • Daerah
  • Dunia
  • Hukum
  • Keamanan
  • Indeks

KA HAREUP NGALA SAJEUJEUH, KA TUKANG NGALA SALENGKAH

  • Rabu, 10 September 2025 | 09:54
KA HAREUP NGALA SAJEUJEUH, KA TUKANG NGALA SALENGKAH
Acep Aan, Koordinator Forum Ekonomi Kreatif Desa Budaya Provinsi Jawa Barat

Oleh: Acep Aan
Koordinator Forum Ekonomi Kreatif Desa Budaya Provinsi Jawa Barat

Ada pepatah Sunda yang sarat makna: “Ka hareup ngala sajeujeuh, ka tukang ngala salengkah.” Artinya, menatap ke depan dengan langkah panjang, tapi tidak melupakan tapak sejarah di belakang. Pepatah ini seakan menjadi kunci bagi kita dalam membaca arah masa depan, tanpa tercerabut dari akar sejarah dan budaya yang membentuk jati diri bangsa.

Warisan Pahit dan Jejak Sejarah

Bangsa ini memiliki jejak panjang yang terekam dalam berbagai dokumen korporal—prasasti, naskah kropak, hingga babad. Jejak itu bukan sekadar peninggalan benda, melainkan bukti adanya peradaban dan sistem pemerintahan yang teratur. Dari Prasasti Tarumanegara, Galunggung, Kawali, hingga Batutulis di Bogor, kita mendengar gema nama-nama besar seperti Purnawarman, Sri Jayabupati, atau Niskala Wastu Kencana.

Demikian pula dari naskah kropak yang ditulis di daun nipah, kita mengenal Carita Parahiyangan, Sanghyang Siksakandang Karesian, hingga Carita Ratu Pakuan. Nama-nama raja seperti Resi Guru, Sanjaya Harisdarma, hingga Tarusbawa hidup kembali dalam teks-teks itu, seakan menolak dilupakan.

Namun, warisan sejarah bukan hanya milik prasasti dan naskah tua. Ia juga lahir dari inisiatif para pemikir lokal yang berupaya mengabadikan memori kolektif bangsa. Salah satunya adalah Pangeran Wangsakerta dari Cirebon, dengan musyawarah Gotra Sawala pada abad ke-17. Bersama para ulama dan cendekiawan dari berbagai tradisi, ia merumuskan naskah-naskah besar seperti Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara—sebuah karya yang layak disebut mutiara Jawa Barat.

Menggali, Bukan Sekadar Mengingat

Menghargai sejarah bukan berarti terjebak dalam nostalgia. Justru sebaliknya, kita belajar membaca pola, kesalahan, dan kebijaksanaan masa lalu untuk membangun masa depan. Jejak kerajaan Sunda, Pajajaran, atau Galuh memberi pelajaran penting: peradaban selalu lahir dari keteraturan, kolaborasi, dan visi ke depan.

Pangeran Wangsakerta membuktikan bahwa jauh sebelum munculnya teori sejarah modern, para leluhur kita telah memiliki kesadaran dokumentasi, metodologi musyawarah lintas budaya, bahkan semacam diplomasi intelektual. Artinya, kita bukan bangsa tanpa akar intelektual.

Tantangan Zaman: Dari Budaya ke Digital

Di tengah arus globalisasi digital yang serba cepat, kita berisiko tercerabut dari akar sejarah kita sendiri. Anak muda lebih mengenal tokoh fiksi global ketimbang Prabu Siliwangi atau Sanjaya. Padahal, tanpa narasi sejarah yang kuat, identitas kita bisa mudah dipatahkan.

Inilah saatnya kita menghidupkan kembali mutiara-mutiara lama. Bukan hanya disimpan di museum atau perpustakaan, melainkan dihadirkan dalam bentuk yang bisa diakses generasi hari ini: literasi digital, film dokumenter, komik sejarah, atau kurikulum kreatif di sekolah.

Menatap ke Depan dengan Berbudi

Menghormati Wangsakerta, Purnawarman, atau Sri Baduga bukan hanya dengan doa, tetapi juga dengan melanjutkan spirit mereka: membangun tata kelola yang adil, ilmu pengetahuan yang berpihak pada rakyat, dan kreativitas yang berakar pada budaya sendiri.

Jika dulu mereka mendokumentasikan jejak peradaban dengan prasasti dan naskah, kini kita bisa melanjutkannya dengan data digital, arsip multimedia, dan narasi kreatif. Semua itu demi menjaga kesinambungan sejarah agar tidak tercerabut dari akar.

Manifesto Kultural

Ka hareup ngala sajeujeuh, ka tukang ngala salengkah. Pepatah ini adalah manifesto kultural: mari menatap masa depan dengan langkah panjang, tapi jangan pernah melepaskan genggaman pada sejarah. Kita berutang pada para leluhur yang telah menuliskan jejaknya, dan kini giliran kita menjaga, menghidupkan, serta melanjutkannya untuk generasi mendatang.

Karena bangsa yang besar bukan hanya yang mampu membangun gedung pencakar langit, melainkan bangsa yang teguh berdiri di atas fondasi sejarah dan budayanya sendiri.

Menghormati Wangsakerta, Purnawarman, atau Sri Baduga bukan hanya dengan doa, tetapi juga dengan melanjutkan spirit mereka: membangun tata kelola yang adil, ilmu pengetahuan yang berpihak pada rakyat, dan kreativitas yang berakar pada budaya sendiri.

Jika dulu mereka mendokumentasikan jejak peradaban dengan prasasti dan naskah, kini kita bisa melanjutkannya dengan data digital, arsip multimedia, dan narasi kreatif. Semua itu demi menjaga kesinambungan sejarah agar tidak tercerabut dari akar.

 

 

 

Tags:

MANIFESTO KULTURALSEJARAH

Berita Lainnya

Nasi yang Menentukan Takdir Bangsa: Sebuah Cerita tentang Harapan Bangkitnya Kesadaran

Nasi yang Menentukan Takdir Bangsa: Sebuah Cerita tentang Harapan Bangkitnya Kesadaran

  • 17 September, 2025 | 07:25

Oleh: Prof. Agus Pakpahan Rektor IKOPIN Jatinangor   Prolog: Peringatan dari Masa Depan Di sebuah sore di tahun 2045, seorang ana ...

Unipas Morotai Hadirkan Guru Besar ITB, Kupas Tren Masa Depan Jaringan Digital

Unipas Morotai Hadirkan Guru Besar ITB, Kupas Tren Masa Depan Jaringan Digital

  • 17 September, 2025 | 07:20

Universitas Pasifik (Unipas) Pulau Morotai menyelenggarakan kuliah umum dengan tema “Network and Future Trends” pada Kamis, 11 September 2 ...

GABUNGAN PENDEKATAN IDEOLOGI EKONOMI BRICS

GABUNGAN PENDEKATAN IDEOLOGI EKONOMI BRICS

  • 17 September, 2025 | 07:08

Oleh : Dede Farhan Aulawi   Ekonomi BRICS mengacu pada blok negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afr ...

Koperasi Para Seuneu: Merajut Kembali Kedaulatan Benih di Tengah Gelombang Raksasa Global

Koperasi Para Seuneu: Merajut Kembali Kedaulatan Benih di Tengah Gelombang Raksasa Global

  • 10 September, 2025 | 09:35

Oleh: Prof DR Agus Pakpahan, Rektor IKOPIN Jatinangor Ada sebuah memori yang tersimpan dalam DNA kita. Memori tentang aroma tanah basah setelah ...

GNS
HUT 79 RI

Terpopuler

KPK Diminta Tetapkan Sekda Haltim sebagai Tersangka Tambang Ilegal

KPK Diminta Tetapkan Sekda Haltim sebagai Tersangka Tambang Ilegal

Teh Aanya Gaungkan Empat Pilar dan Gerakan Anti Perundungan Anak di Bandung

Teh Aanya Gaungkan Empat Pilar dan Gerakan Anti Perundungan Anak di Bandung

KA HAREUP NGALA SAJEUJEUH, KA TUKANG NGALA SALENGKAH

KA HAREUP NGALA SAJEUJEUH, KA TUKANG NGALA SALENGKAH

Koperasi Para Seuneu: Merajut Kembali Kedaulatan Benih di Tengah Gelombang Raksasa Global

Koperasi Para Seuneu: Merajut Kembali Kedaulatan Benih di Tengah Gelombang Raksasa Global

3rd Gateball 8 Anniversary Tournament, Silaturahmi Alumni dan Semangat Prestasi

3rd Gateball 8 Anniversary Tournament, Silaturahmi Alumni dan Semangat Prestasi

Tag

AANYA RINAAGUS PAKPAHANANTI PERUNDUNGANCHINADPD RIFERRY KURNIAGATEBALLHUT RIHALMAHERA TIMUR

Connect with Us

Likes
Follow
Follow
Subscribe

Berita Terkini

Nasi yang Menentukan Takdir Bangsa: Sebuah Cerita tentang Harapan Bangkitnya Kesadaran

Nasi yang Menentukan Takdir Bangsa: Sebuah Cerita tentang Harapan Bangkitnya Kesadaran

Unipas Morotai Hadirkan Guru Besar ITB, Kupas Tren Masa Depan Jaringan Digital

Unipas Morotai Hadirkan Guru Besar ITB, Kupas Tren Masa Depan Jaringan Digital

GABUNGAN PENDEKATAN IDEOLOGI EKONOMI BRICS

GABUNGAN PENDEKATAN IDEOLOGI EKONOMI BRICS

Rubrik Utama

  • Nasional
  • Daerah
  • Dunia
  • Hukum
  • Keamanan

Tag

AANYA RINAAGUS PAKPAHANANTI PERUNDUNGANCHINADPD RIFERRY KURNIAGATEBALLHUT RIHALMAHERA TIMUR

Tentang BeritaPolitik.id

BeritaPolitik.id adalah situs penyedia informasi dan berita terkini dan terpercaya yang didedikasikan kepada masyarakat
Tentang Kami / Pedoman Pemberitaan Media Siber / Disclaimer / Kontak Kami / Pedoman Pemberitaan Ramah Anak / Kode Etik Jurnalistik
Copyright © 2021 - All Rights Reserved.