• Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube
Canvas Logo Canvas Logo
  • Home
  • Nasional
  • Daerah
  • Dunia
  • Hukum
  • Keamanan
  • Indeks
Nasional
Oleh: Anthony Budiawan

Prahara Mahkamah Konstitusi: Akal Sehat Melawan Dua ‘Iblis’ Akal Bulus dan Akal Fulus

  • Senin, 30 Oktober 2023 | 10:04
Prahara Mahkamah Konstitusi: Akal Sehat Melawan Dua ‘Iblis’ Akal Bulus dan Akal Fulus
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mendampingi Presiden Joko Widodo dalam sebuah kegiatan.

PEMBAJAKAN Kedaulatan Rakyat tengah dipertontonkan oleh Mahkamah Konstitusi. Lembaga yang seharusnya menjadi penegak konstitusi menjelma menjadi penghancur konstitusi. Prahara. Begitu kata Hakim Mahkamah Konstitusi.

Sebagian orang menikmati Prahara ini. Mungkin sudah terbayang kenikmatan yang akan diterima di kemudian hari. Tanpa peduli dengan moral, etika dan hukum. Begitulah revolusi mental akhirnya berlabuh.

Prahara tersebut adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No 90, yang menambah norma baru pada persyaratan batas usia minimum capres dan cawapres, yang seharusnya bukan wewenangnya, tetapi wewenang DPR sebagai lembaga pembuat UU.

Bahkan gugatan uji materi batas usia tersebut seharusnya tidak bisa disidangkan. Karena penggugat tidak mempunyai legal standing. Seperti pernyataan dua hakim konstitusi yang memberi pendapat tidak setuju (dissenting opinion).

Para pakar hukum tata negara terhentak. Tidak percaya atas Prahara yang sedang terjadi. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie, yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, mengatakan, Mahkamah Konstitusi berada di titik nadir, di titik tergelap dalam sejarah Indonesia. Semua hakim konstitusi dilaporkan melanggar kode etik. Hanya terjadi di Indonesia, dan satu-satunya di dunia.

Para pendukung Prahara berpesta pora, meskipun Prahara Putusan Mahkamah Konstitusi ini diduga cacat hukum. Mereka tidak peduli.

Mereka berpesta pora. Berhasil menaklukkan konstitusi. Dibantu dua “iblis”. Iblis kekuasaan dan iblis kekayaan, meminjam istilah Jimly Asshiddiqie.

Pendukung Prahara bereuforia. Putusan Mahkamah Konsitusi wajib dilaksanakan, karena final and binding. Tidak ada upaya hukum lainnya lagi. Begitu argumen mereka.

Tetapi, Prof. Denny Indrayana, Guru Besar Hukum Tata Negara, tidak sependapat. Memang benar, Putusan Mahkamah Konstitusi final dan mengikat, dan wajib ditaati oleh semua pihak. Tapi kondisi itu hanya berlaku kalau Putusan Mahkamah Konstitusi sah secara hukum.

Bagaimana kalau Putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah, apakah wajib ditaati? Pertanyaan selanjutnya, apakah bisa, Putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah?

Sangat bisa. Begitu menurut pendapat Prof. Denny Indrayana. Alasannya, kekuasaan hakim, termasuk hakim konstitusi, diatur dan dibatasi oleh undang-undang. Yaitu UU No 48 Tahun 2009. Sehingga hakim tidak bisa bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya.

Kalau hakim melanggar kekuasaan yang diberikan kepadanya seperti diatur di dalam UU, maka Putusan hakim tersebut menjadi tidak sah.

Mengutip penjelasan Prof. Denny Indrayana yang beredar luas di media sosial. Pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman menjelaskan, bahwa hakim wajib mengundurkan diri kalau ada benturan kepentingan atas perkara yang akan disidangkan.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman sangat jelas mempunyai benturan kepentingan atas perkara persyaratan batas usia minimum capres cawapres. Karena itu, Anwar Usman harus mengundurkan diri dari persidangan perkara tersebut. Faktanya, Anwar Usman tidak mengundurkan diri sehingga melanggar Pasal 17 ayat (5).

Sebagai konsekuensi dari pelanggaran ini, Putusan perkara dinyatakan tidak sah, dan hakim yang melanggar tersebut dikenai sanksi administratif atau dipidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bunyi Pasal 17 ayat (6): “Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Jadi, terbuka kemungkinan Anwar Usman dipidana, kalau terbukti dengan sengaja melanggar Pasal benturan kepentingan UU Kekuasaan Kehakiman yang mengakibatkan Prahara, bukan saja di Mahkamah Konstitusi tetapi di Indonesia secara keseluruhan.

Sebagai konsekuensi selanjutnya, Pasal 17 ayat (7) mengatur, “Perkara tersebut diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.”

Saat ini, sidang pelanggaran kode etik sedang berlangsung. Kalau pernyataan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa satu atau lebih hakim konstitusi melanggar kode etik, khususnya terkait benturan kepentingan, maka secara otomatis Putusan Mahkamah Konstitusi menjadi tidak sah, tanpa MKMK harus membatalkan Putusan yang tidak sah tersebut.

Penulis adalah Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).

Tags:

JOKO WIDODOMAHKAMAH KONSTITUSI

Berita Terkait

Kuatnya MRC Diduga Karena Dibeking Joko Widodo

Kuatnya MRC Diduga Karena Dibeking Joko Widodo

  • 12 Juli, 2025 | 21:30

  • 12 Juli, 2025 | 10:02

Pemakzulan Joko Widodo: Pengkhianat Negara Wajib Lengser!

Pemakzulan Joko Widodo: Pengkhianat Negara Wajib Lengser!

  • 22 Februari, 2024 | 22:51

Program Prabowo Kontra No Free Lunch

Program Prabowo Kontra No Free Lunch

  • 17 Februari, 2024 | 21:04

Berita Lainnya

Nasi yang Menentukan Takdir Bangsa: Sebuah Cerita tentang Harapan Bangkitnya Kesadaran

Nasi yang Menentukan Takdir Bangsa: Sebuah Cerita tentang Harapan Bangkitnya Kesadaran

  • 17 September, 2025 | 07:25

Oleh: Prof. Agus Pakpahan Rektor IKOPIN Jatinangor   Prolog: Peringatan dari Masa Depan Di sebuah sore di tahun 2045, seorang ana ...

Unipas Morotai Hadirkan Guru Besar ITB, Kupas Tren Masa Depan Jaringan Digital

Unipas Morotai Hadirkan Guru Besar ITB, Kupas Tren Masa Depan Jaringan Digital

  • 17 September, 2025 | 07:20

Universitas Pasifik (Unipas) Pulau Morotai menyelenggarakan kuliah umum dengan tema “Network and Future Trends” pada Kamis, 11 September 2 ...

GABUNGAN PENDEKATAN IDEOLOGI EKONOMI BRICS

GABUNGAN PENDEKATAN IDEOLOGI EKONOMI BRICS

  • 17 September, 2025 | 07:08

Oleh : Dede Farhan Aulawi   Ekonomi BRICS mengacu pada blok negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afr ...

KA HAREUP NGALA SAJEUJEUH, KA TUKANG NGALA SALENGKAH

KA HAREUP NGALA SAJEUJEUH, KA TUKANG NGALA SALENGKAH

  • 10 September, 2025 | 09:54

Oleh: Acep Aan Koordinator Forum Ekonomi Kreatif Desa Budaya Provinsi Jawa Barat Ada pepatah Sunda yang sarat makna: “Ka hareup ngala sa ...

GNS
HUT 79 RI

Terpopuler

PKS Tegaskan Dukungan untuk Prabowo

PKS Tegaskan Dukungan untuk Prabowo

Dirgahayu Polri, Polisi Ideal Itu Ada?

Dirgahayu Polri, Polisi Ideal Itu Ada?

Saatnya Pemerintah Pusat Adil pada Jawa Barat

Saatnya Pemerintah Pusat Adil pada Jawa Barat

KDM Gagal: SPMB 2025 Jabar Tidak Memberi Rasa Keadilan, Demosi Kadisdik Jabar

KDM Gagal: SPMB 2025 Jabar Tidak Memberi Rasa Keadilan, Demosi Kadisdik Jabar

Mamdani, Ibrahim Traore dan Prabowo Subianto: Tantangan Melawan Oligarki

Mamdani, Ibrahim Traore dan Prabowo Subianto: Tantangan Melawan Oligarki

Tag

ANTI PERUNDUNGANDPD RIFIRLI BAHURIGATEBALLHALMAHERA TIMURJMSIJOKO WIDODOKESENJANGAN FISKALKOPERASI PERUMAHAN

Connect with Us

Likes
Follow
Follow
Subscribe

Berita Terkini

Nasi yang Menentukan Takdir Bangsa: Sebuah Cerita tentang Harapan Bangkitnya Kesadaran

Nasi yang Menentukan Takdir Bangsa: Sebuah Cerita tentang Harapan Bangkitnya Kesadaran

Unipas Morotai Hadirkan Guru Besar ITB, Kupas Tren Masa Depan Jaringan Digital

Unipas Morotai Hadirkan Guru Besar ITB, Kupas Tren Masa Depan Jaringan Digital

GABUNGAN PENDEKATAN IDEOLOGI EKONOMI BRICS

GABUNGAN PENDEKATAN IDEOLOGI EKONOMI BRICS

Rubrik Utama

  • Nasional
  • Daerah
  • Dunia
  • Hukum
  • Keamanan

Tag

ANTI PERUNDUNGANDPD RIFIRLI BAHURIGATEBALLHALMAHERA TIMURJMSIJOKO WIDODOKESENJANGAN FISKALKOPERASI PERUMAHAN

Tentang BeritaPolitik.id

BeritaPolitik.id adalah situs penyedia informasi dan berita terkini dan terpercaya yang didedikasikan kepada masyarakat
Tentang Kami / Pedoman Pemberitaan Media Siber / Disclaimer / Kontak Kami / Pedoman Pemberitaan Ramah Anak / Kode Etik Jurnalistik
Copyright © 2021 - All Rights Reserved.